_

_

Selasa, 10 Juli 2012

Buya Hamka di Mata Orang Minang

"Beliau berani menentang Orde Baru yang dianggapnya keliru.”
VIVAnews -- Buya Hamka baru saja ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dalam upacara di Istana Negara yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketokohan Buya Hamka yang membuat ulama serta pejuang ini pantas menyandang status sebagai pahlawan nasional.

Sebelumnya, sederet nama dari Minang juga telah diakui ketokohannya secara nasional dan menyandang status serupa. Sebut saja seperti Bung Hatta dan M Natsir. Bagaimana tanggapan petinggi di Sumbar terkait penganugerahan gelar pahlawan nasional pada tokoh-tokoh asal Minang?

“Saya bangga dan senang dengan pemberian gelar pahlawan nasional bagi tokoh-tokoh Minang termasuk penganugerahan gelar serupa pada Syafruddin Prawiranegara,” kata Wakil Gubernur Sumbar Muslim Kasim pada VIVAnews, Senin, 14 November 2011.

Kebanggaan ini, ujar Wagub, memotifasi kalangan muda Minang untuk berbuat lebih baik. Penganugerahan gelar pahlawan nasional pada tokoh Sumbar tersebut dinilai sebagai tantangan bagi generasi Minang saat ini.

“Ini menjadi spirit bagi kita untuk membuktikan bahwa orang-orang di Sumbar memiliki peran aktif dan berjuang bersama untuk kemerdekaan RI,” tambah Muslim. Terkait kiprah Syafruddin Prawiranegara yang bukan orang Minang, menurutnya, kiprah mantan Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) melekat dalam ingatan orang Minang.

Orang Berani
Walikota Padang Fauzi Bahar mempunyai cerita sendiri terhadap figur Buya Hamka. Penggemar Buya Hamka ini rela mengikuti pengajian Buya Hamka di salah satu masjid di Jakarta Selatan, sewaktu masih kecil.

“Dari dulu, ke mana pun beliau memberi pengajian, saya kerap mengikutinya,” kata Fauzi Bahar pada VIVAnews. Apa yang membuat orang nomor satu di Padang ini tertarik dengan ketokohan Buya Hamka?

Menurut Fauzi, ia mengenal ketokohan Buya Hamka dari orang tuanya. Beragam buku tulisan Buya Hamka seperti "Tenggelamnya Kapa Van Der Wijck" merupakan persinggungannya dengan ustad sekaligus pejuang tersebut. Direcoki dengan sejumlah buku Buya Hamka membuat Fauzi, selalu bersemangat untuk mendengar langsung cerita dari orang tuanya.

“Saya selalu berada di saf depan dan cepat-cepat datang ke pengajian Buya Hamka jika tahu ada pengajiannya,” cerita Fauzi. Ia mengaku, figur Buya Hamka punya daya tarik tersendiri.
“Sampai sekarang tidak akan pernah ada ditemukan sosok seperti beliau,” ujar Walikota. Sebagai anak muda saat itu, Fauzi mengenal Buya Hamka sebagai sosok yang berani dalam menentang arus.

“Beliau orang yang berani berkata benar. Beliau berkata tentang bahaya komunis saat komunis masih kuat, dan menentang Orde Baru yang dianggapnya keliru,” papar Fauzi.

Seperti dimuat situs ini sebelumnya, Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang disingkat HAMKA selain dikenal sebagai pemimpin Muhammadiyah, juga seorang penulis dan aktivis. Karya sastra pria kelahiran Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 itu telah diangkat ke layar lebar yakni, novel “Di Bawah Lindungan Kabah” yang ditulisnya pada 1936.

Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Di masa kemerdekaan, Hamka ikut membesarkan Partai Masyumi, namun belakangan lebih giat di bidang sosial keagamaan.  (eh)

sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/263883-buya-hamka-di-mata-orang-minang

Laporan: Eri Naldi| Padang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar